Tilang Elektronik
Tilang elektronik (e-tilang) akhir-akhir ini menjadi
perbincangan hangat di masyarakat. Sejumlah kota sudah mengadopsi sistem
elektronik tersebut dalam menindak para pelanggar lalu lintas.
Selain merupakan terobosan yang bagus, etilang juga dipercaya
akan berjalan sangat efektif dalam menekan angka pelanggar lalu lintas yang
masih tergolong sangat tinggi. Sedikitnya sudah tiga kota besar yang berani
menerapkan sistem elektronik untuk mendisiplinkan pemakai jalan, yakni Kota
Surabaya (Jawa Timur), Semarang (Jawa Tengah) dan terakhir Bandung (Jawa
Barat). Selain 3 kota tersebut Jakarta
dinilai mampu untuk menyediakan infrastrukturnya dalam mewujudkan sistem
e-tilang tersebut, namun sampai dekarang belum terlaksana. Mengapa Jakarta
belum sadar akan hal tersebut? Bukankah seharusnya Jakarta menjadi contoh bagi
kota-kota lain?
Mengapa e-tilang dinilai mendesak untuk
diterapkan di Jakarta?
Pertama karena Jakarta merupakan etalase Indonesia yang
seharusnya menjadi contoh positif bagi penerapan e-tilang untuk menuju sebagai
kota yang modern. Jakarta sudah
saatnya mencontoh negara-negara maju dalam menerapkan e-tilang. Di era
globalisasi dan cepatnya perkembangan teknologi yang serba digital dan online,
Jakarta tak bisa lagi menghindar dari tuntutan zaman. Kemajuan teknologi harus
mampu digunakan untuk kemajuan bangsa sehingga Jakarta harus mampu menjadi
contoh untuk kota-kota lain di Indonesia.
Kedua, keberadaan e-tilang ini merupakan salah satu solusi
untuk mengatasi jumlah personel kepolisian yang jumlahnya masih sangat
terbatas. Dengan e-tilang, kita
tidak perlu banyak melibatkan personel untuk mengawasi lalu lintas di seluruh
Indonesia, khususnya Jakarta. Apalagi data menunjukkan bahwa
tingkat kedisiplinan masyarakat Jakarta masih tergolong rendah. Menurut data
Polda Metro Jaya, terjadi peningkatan cukup tajam pelanggaran lalu lintas di
Jakarta pada Januari-September 2018 ini.
Pelanggaran melonjak sekitar 40% dari tahun sebelumnya.
Dengan pengawasan dari elektronik, masalah kedisiplinan ini diyakini bisa
diatasi. Kalau mau jujur setiap hari ada banyak jenis pelanggaran yang bisa
kita saksikan di Jakarta maupun kota-kota lain di Indonesia. Mulai dari tidak
memakai helm, ngebut, tidak punya STNK, tidak memiliki SIM, melanggar rambu
lalu lintas, jalan melawan arah hingga menerobos jalur-jalur larangan seperti
di jalur Transjakarta. Tentu berbagai pelanggaran tersebut tidak bisa diawasi
semua karena keterbatasan jumlah personel polisi.
Setidaknya ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk
mewujudkan impian tersebut. Salah satunya adalah keberadaan CCTV yang harus
aktif dipasang dibanyak lokasi. Rencana penggantian warna pelat nomor yang
selama ini hitam berubah menjadi berwarna harus segera diwujudkan.
Yang tak kalah penting adalah peraturan yang menjadi dasar
hukum pelaksanaan e-tilang juga perlu didorong. Masyarakat sudah pasti akan
menyesuaikan dan mengikuti aturan tersebut jika memang pemerintah serius
menerapkan e-tilang secara tegas.
Komentar
Posting Komentar